Penjual Batu Berwajah Lesu
CATATAN HARIAN JHONI SEPTIONO DALAM BLOGNYA
Ini post pertamaku dalam sebuah blog pertamaku, jadi mohon maaf jika bahasa yang aku gunakan sedikit kaku. Aku sempat kebingungan memilih judul untuk kisah kali ini apakah tragedi jembatan kapuas, kutukan ruby mata kucing, atau penjual batu berwajah lesu, tapi akhirnya kuputuskan untuk memilih judul yang terkahir. Beberapa lokasi dan nama sengaja tidak aku sebut, atau aku samarkan supaya pembaca tidak langsung melacak keberadaan orang serta kejadian yang terjadi, dan menimbulkan hal yang tidak diinginkan. April 2016 dimana tragedi mengerikan itu terjadi, rasa panas dari jago merah masih mengerayangi benaku. Membayangkan seluruh hartaku habis, semua yang telah ayahku bangun selama bertahun-tahun lenyap. Depresi tak bisa dielakan hampir dua bulan aku tidak bisa mengikuti pelajaran dan menghadapi Ujian Semester di rumah kakek. Untung saja semua itu tidak mempengaruhi prestasiku, walaupun prestasiku menurun tetap saja aku bisa naik ke jenjang yang lebih atas, naik ke kelas XI. Walaupun sudah lebih dari tiga bulan berlalu saraf-sarafku masih tegang, hingga akhirnya pada bulan juli paman berniat untuk mengajaku tinggal bersamanya di kota kecil, yang katanya cocok untuk menenangkan sarafku.
Setelah transit di Bandara Supadio yang terletak di Kabupaten Kubu Raya, kami beristirahat sejenak selama satu hari sebelum akhirnya berangkat kembali untuk menuju kota yang akan aku diami selama masa penyembuhan. Kota Putussibau kota yang akan aku diami, perjalanan udara hanya menghabiskan waktu selama satu jam. Yang aku lihat dari atas cakrawala hanya garis horizon yang membentang hijau dan pemukiman penduduk yang jarang-jarang. Perjalanan darat dapat ditempuh dalam waktu 14 jam dengan medan yang cukup mengocok perut kata pamanku, mungkin suatu hari akan kucoba perjalanan yang mengocok perut itu. Sekitar pukul 10 lewat akhirnya pesawat-ku bisa landing dengan mulus setelah menghadapi cuaca yang kurang bersahabat. Dan memang seperti penggambaran pamanku kota kecil dan indah ini memiliki jalan-jalan yang tidak terlalu ramai, kecil kemungkinan kota ini bisa terjadi macet, lampu lalu lintas hanya penghias saja, di kiri dan kanan jalan nampak berjejer rumah panggung yang kata paman merupakan suatu antisipasi masyarakat terhadap ancaman banjir. Saat aku melintasi jembatan yang menghubungkan dua kecamatan Putussibau Selatan, dan Utara, tampak gagahnya Sungai Kapuas yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Memang selama diperjalanan beberapa kali aku melihat sekilas kelok nan anggun sungai ini, namun ini pertama kalinya aku melihat dari jarak dekat. Tak membutuhkan waktu yang lama bagi kami untuk sampai ke sebrang dan melanjutkan perjalanan untuk sampai ke rumah pamaku. Rumah pamanku terletak di jalan Antasari cukup besar mengingat usahanya menyangkut ekspor ikan hias. Setelah datang kami disambut hangat bibi, dan saudara sepupuku Heri yang masih duduk di kelas VII SMP.
Hari pertama, pamanku sibuk mengurusi berbagai hal, dari yang penting sampai remeh-cemeh termasuk mengurusi kepindahan sekolahku, mengingat latar belakang sekolahku sebelumnya Madrasah, akhirnya aku dimasukan ke Madrasah satu-satunya di kota ini Madrasah Aliyah Negeri Putussibau walaupun sebenarnya aku menghendaki suasana baru. Hari selanjutnya aku memutuskan untuk jalan santai di awal hari menjelajahi kota dengan rute-rute yang telah kulalui sebelumnya. Dan saat aku melintasi jembatan tampak seorang seniman jalanan yang sedang melukis sungai kapuas dari atas jembatan dengan segala aktifitas di pagi hari, dimana pada saat itu terlihat sudah banyak orang-orang melakukan aktivitas di rumah apung yang tampak tertambat di dua tepi sungai, alun kota tampak berjejer di kaki jembatan, kabut pagi yang tipis menyelimuti badan jembatan dapat menambah nilai artistik dari lukisan yang dia lukis. Pelukis itu tampak dengan seksama memainkan kuas di atas kanvas dan tampak sesekali mencelupkan kuasnya kedalam pallet warna. Kulit tubuhnya tampak coklat, tubuhnya tidak terlalu tinggi dan kerempeng, rambutnya awut-awutan, mulutnya nya mengatup tetapi tampaknya tidak dengan rahangnya, menunjukan sesorang yang tidak senang menonjolkan diri. Mungkin sesosok pujangga Chairil Anwar dapat menggambarkan sosok orang ini hanya dengan kulit yang lebih coklat dan rambut yang sedikit gondrong, tebal, dan ikal. Hatiku tampak tergerak untuk menyapanya, namun setelah aku bisa melihat apa yang dia lukis ternyata nampak diluar bayangku.
"Astaga apa yang kau lukis?", Orang itu masih sibuk memainkan kuas, kemudian berhenti sejenak dan menatapku.
"Sebuah kejadian yang mungkin terjadi malam empat hari yang lalu". Memang lukisanya tampak berbeda dari keadaan asli, satu sisi jembatan yang berlatarkan malam hari dengan sesuatu yang tampak mengerikan, seorang wanita dengan wajah ngeri dan tali ditangan yang dililitkan dileher serta dilempaikan di salah satu besi jembatan dan diujungnya diikat di batu besar yang terdapat dipingir jembatan, dia menggambarkan dengan sangat realistis, kurasa lukisan itu tidak baik untuk sarafku.
" Maksudmu?".
"Huuhh.. Sepertinya kau orang baru, bagaimana pendapatmu jika wanita ini berbalik kemudian menendang batunya kesungai".
"3 kemungkinan, pertama dia tidak tahan terhadap tekanan, melemahkan pegangan terhempas kebelakang, kedua dia pingsan kemudian melemahkan pegangan talinya terhempas kebelakang, ketiga dia memegang erat talinya dengan keteguhan hati, batunya jatuh dia masih memegang dengan erat akhirnya dia meregang nyawa", Jawabku.
"Aku bisa memikirkan 28 kemungkinan, tetapi cukup bagus untuk orang biasa sepertimu, empat hari yang lalu seperti yang kau katakan seorang wanita meregang nyawa dengan posisi terlentang berada di pembatas sisi jembatan dan bagian kaki terjulur keluar pembatas dan leher tampak terjerat, tetapi tidak ditemukan talinya, namamu siapa?", Pria itu menyibakan rambut sampingnya.
"Jhoni, kamu?" Aku bertanya balik.
"Kau akan mengetahuinya besok", Jawabnya sambil terus melanjutkan kegiatan melukisnya.
Aku merasa diacuhkan kemudian melanjutkan kegiatan jalan santaiku sambil memikirkan mengenai jawabanya seakan kami akan betemu kembali.
Hari senin pun tiba, hari yang cukup memacu adrenalin karena ini hari pertamaku berada di sekolah yang baru. Sekolahku seperti sekolah pada umumnya, dengan nuansa hijau, hanya saja menurutku ruang kelas masih terbilang sedikit, hanya terdapat 11 ruang kelas dengan 6 kelas IPS dan 5 kelas IPA, dan rencanya akan ditambah satu kelas lagi dengan kemungkinan bertambahnya peminat IPA di tahun berikutnya. Aku dan pamanku sedang berada didalam ruang Kepala Madrasah menyelesaikan beberapa persyaratan sambil mendengarkan pengarahan dari Kepala Madrasah. Orangnya baik, tutur katanya halus, tetapi tetap membawa kesan berwibawa dia menyerahkanku kepada guru BK. untuk mengantarkan aku ke kelas baruku XI IPA 1. Setelah sampai disana proses pembelajaran baru akan dimulai, guru yang berada didalam kelas mempersilahkanku masuk untuk memperkenalkan diri, dan aku memperkenalkan diri seperti biasa hanya saja aku terpaku pada sosok kenalanku yang kutemui di hari sebelumnya. Dia duduk tegak di kursi belakang paling samping dekat jendela yang tak ada kacanya, dan setiap siswa dan siswi di dalam kelas mempunyai teman satu bangku kecuali dia. Akhirnya guruku mempersilahkanku duduk, aku melihat ada dua tempat kosong, satu di meja paling belakang dibelakang si aneh, satu lagi ya.. disamping si aneh itu. Aku melangkah menuju kearah kenalan anehku dan dia tidak mempersilahkan aku untuk duduk disampingnya.
"Bukanya aku bermaksut untuk menyinggung, kau tidak bisa membaca keadaan mengapa meja dan bangku kelas ini dilebihkan satu". Aku mengangkat bahuku dan kemudian duduk di belakang orang aneh itu.
"Ohh Barrie jadi itu kerjaanmu?, kau sudah tau dia akan datang, dan seperti kebiasaanmu kau tidak mau ada orang yang mempersempit ruang gerakmu dan membawa meja dan bangku tambahan ke kelas ini", Sela guruku dan disambut reaksi yang sama denganku Barrie mengangkat bahu.
Aku sangat mempehatikan Barrie, setelah mencoba bersosialisasi aku memang mendapat banyak teman akan tetapi hanya dia yang mampu membuatku penasaran. Dia diam seribu bahasa dan sedikit bergerak, tetapi banyak bicara dan aktif di waktu yang lain. Di waktu istirahat, aku melihat dia mengobrol dengan anak gadis dari kelas lain yang mendatanginya untuk ngobrol. Di lain waktu seseorang guru dengan wajah murung mendatanginya dan bercerita dengannya, dan banyak lagi. Aku beberapa kali ingin menanyai apa pekerjaanya tetapi tidak pernah menemukan kesempatan yang tepat. Saat itu jam sedang kosong dan aku sedang membaca buku beternak ikan hias yang diberikan pamanku dan aku mendengar sesuatu yang cukup mengganggu dari arah depan.
" sstt.. ssstt.. hey Jhoni", Bisik seorang yang tak pernah kuduga sebelumnya.
"Ada apa Barie?", Keningku mengernyit mencoba untuk tetap membaca dan sok tidak peduli.
" Kau bisa menyelam?", Pertanyaan itu menarik perhatianku sehingga aku menyibakan buku yang sangat membosankan itu.
"Memangnya kenapa?", Aku menyadari mungkin ini waktu yang tepat.
"Kau masih ingat dengan apa yang kita bicarakan kemarin, aku berniat untuk mencari batu besar dan tali di sungai, lokasinya cukup dangkal tapi ada baiknya berjaga-jaga supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan". Dia menjadi pribadi yang berbeda, cukup hangat tidak seperti yang kutemui kemarin, kupuji dia bisa menjadi seseorang aktor yang hebat.
"Huhh.. dari sekian banyak orang yang kau kenal kenapa meminta bantuanku? seseorang yang baru kau kenal".
" Semua orang dikelas ini memegang erat idealisme, dan aku tidak punya cukup kenalan di kelas sebelah". Sorotan matanya meredup, "Aku memiliki beberapa teman, tapi mereka tidak bisa kuandalkan dalam hal seperti ini".
"Baiklah aku akan membantumu, tapi sebelumnya berikan aku penjelasan bukanya hal-itu adalah kewajiban pihak yang berwajib, mengapa kau ikut campur? Apa pekerjaanmu?".
"Sebenarnya aku tidak mau dicerca dengan pertanyaan-pertanyaan seperti itu tetapi baiklah akan aku jelaskan, sebenarnya agak kurang tepat jika menyebutnya pekerjaan, aku lebih suka menyebutnya hobi, Seniman Kriminaliesme".
" Apa itu? Aku tidak pernah mendengarnya".
"Penulis kriminal, wartawan kriminal, berita kriminal tetapi kenapa tidak ada seniman kriminal? Aku mendedikasikan kemampuan seniku untuk mempelajari kriminologi".
" Semacam Detektif Swasta?", Tanyaku.
"Kurang lebih seperti itu, penyelidikan termasuk kedalam ranah hobiku bersama hobi melukis, berpuisi dan prosa, serta menulis lagu".
Suatu pekerjaan yang nampaknya masih tabu di negeri ini, kebanyakan detektif swasta yang aku ketahui menyangkut masalah rumah tangga dan berbagai urusan bisnis, tetapi dia berbeda dan aku menyanggupi permintaanya jam empat sore di alun kota.
Aku menyiapkan berbagai keperluan dan kemudian berangkat ke alun kota. Setelah memarkirkan motor, aku menyusuri alun kota yang cukup teduh menuju ke arah kaki jembatan dan kulihat Barie mengangkat tanganya di sebuah lanting atau rumah apung, tanpa menunggu lama aku langsung menuju kesana.
Rumah apung itu cukup besar, dan sepertinya merupakan tempat beristirahat bagi masyarakat yang bepergian melalui sungai. Aku menghampiri Barie yang sedang duduk di bangku. Barie mengisyaratkan agar aku melihat ke titik yang ditunjuknya, tampak seperti galangan kapal mini yang tidak kutahu namanya. Dengan berhati-hati Barie menuju kesana, menyampari mereka kemudian terjadilah percakapan dalam bahasa daerah yang tidak kumengerti. Aku menunggu dengan seksama sambil mencoba menangkap pembicaraan mereka, logat yang mereka gunakan cukup unik dengar huruf "r" yang terdengar jelas cepernya menunjukan perpaduan khas antara bahasa melayu rendah dan bahasa dayak mungkin perlu sedikit kupelajari karena aku akan cukup lama tinggal di kota ini. Setelah selesai tampak Barie menuju kearahku kemudian duduk berhadapan didepanku.
"Dengan berat hati kukatakan kita tidak jadi menyelam sore ini, mereka sudah ada sekitar seminggu yang lalu dan pada saat hari kejadian mereka sedang bergadang semalaman dan tidak menemukan ada yang aneh seperti teriakan semakin menguatkan dugaanku bahwa ini bunuh diri, tetapi ada sesuatu yang mengganjal, mereka tidak mendengarkan ada bunyi dentuman keras membuatku meragukan tentang batu selain itu besi-besi penyangga jembatan itu masih telihat kokoh tidak berubah bentuk, tidak ada tanda-tanda pernah diterjang benda berat".
" Lalu bagaimana kau akan melanjutkan penyelidikanmu?".
"Ada seseorang yang memancing, menurut mereka dia ada disana juga hampir semalaman dan dia yang paling berpotensi melihat kejadianya karena berada diluar". Barie menjelaskan dengan seksama.
" Apakah kau akan melacaknya?", Selidikku.
"Kau tahu? Aku tidak punya waktu sebanyak itu, untuk melacak orang seperti itu perlu waktu paling cepat satu minggu, sedangkan seorang gadis baru saja memintaku untuk menyelidiki transfer mencurigakan yang datang ke rekening miliknya, paling tidak aku harus menyelesaikan kasus ini dalam waktu dua atau tiga hari ini".
"Kau memgambil kasus baru sedangkan seluruh kasus ini masih tabu?".
"Yaa seperti itulah, aku berniat untuk bertemu lagi dengan klienku di rumahku malam ini, dia akan memberikan beberapa informasi yang aku pinta, dan jika belum ada titik terang terpaksa aku harus menyerahkan kasus ini kepada pihak yang berwajib".
Tidak kusangka Barie berpikiran seperti itu, dengan mudah dia meninggalkan sesuatu yang ia mulai, dan mencari sesuatu yang baru. Mungkin ini adalah beberapa hal yang belum kuketahui dari dirinya. Walaupun begitu aku masih penasaran bagaimana akhir dari penyelidikan ini.
"Jika kau tidak keberatan apakah aku boleh berkunjung ke rumahmu juga malam ini?",
"Tidak masalah, datanglah ke Jl. Ahmad Yani, Gg. Cahya kurasa kau melewati jalan itu saat pergi ke sekolah, bertanyalah pada penduduk disana mereka semua mengenalku oh ya nama lengkapku Barie L. Gaury Akhsani Taqwim", Nama yang menurutku menunjukan dia memiliki darah keturunan Manado.
Aku memutuskan untuk pulang karena lembayung jingga sudah mengisi setengah cakrawala tak sabar menunggu malam tiba.
Malamnya setelah Isya aku langsung bertolak dari rumahku menuju rumah Barie. Aku sempat kesusahan mencari alamatnya karena penduduk sekitar tidak mengenal nama Barrie, untunglah setelah aku menyebut nama lengkapnya ada seorang penduduk tahu dan langsung memberi pengarahan ke rumahnya. Ternyata penduduk sekitar lebih mengenal Barie dengan "Itam Fey", sebuah nama atau julukan yang masih asing ditelingaku dan terdengar rasis. Selain itu rumahnya terletak di ujung Gang, dan melewati jalan setapak sampai akhirnya aku datang ke rumah Barie yang tampak cukup jauh terpisah dari tetangganya. Rumahnya seperti rumah penduduk kebanyakan yaitu rumah panggung, tidak terlalui besar namun sepertinya belum lama ditempati. Barie tampak duduk di teras sambil memainkan gitarnya dengan alunan keroncong modern ala Payung Teduh. Dia menghentikan permainan gitar dan mempersilahkan aku masuk. Saat aku masuk kedalam ruang tamu, tidak ada kutemukan satupun potret keluarga, hanya beberapa tanduk rusa yang menghiasi dinding-dinding dan beberapa digunakan untuk menyimpan peralatan tertentu seperi peralatan memancing. Hanya yang mengganggu yaitu toiletnya berada di ruang tamu seakan tidak membiarkan tamu untuk masuk lebih jauh lagi. Aku duduk di sofa, sedangkan Barie duduk di kursi goyang dan tersenyum melihat kebingunganku.
"Sesuatu yang berada di luar tidak sepantasnya masuk kedalam, begitu juga yang di dalam tidak sepantasnya berada diluar", Arie menyiapkan sebuah asbak kaca kemudian melanjutkan perkataanya yang sempat terputus, " Ruangan ini sudah menjadi saksi bisu beribu rahasia yang diceritakan tak mungkin aku membiarkan seseorang yang kurang berhak mendengarnya termasuk mamak, bapak, maupun adikku sendiri",
Aku memaklumi hal itu mengingat resiko hobi nya, dan dari yang dia katakan dapat diambil kesimpulan bahwa dia memiliki saudara.
"Klienku seharusnya sampai tidak lama lagi, jadi kau harus sedikit bersabar".
"Emm.. Kau tahu aku tidak merokok", kataku sambil melirik asbak.
"Itu bukan untukmu tapi untuk tamu besar kita, dan mungkin untukku".
" Kau merokok?".
"Apakah mulutmu itu tidak bisa berhenti bertanya? Aku merokok hanya untuk membuat klien merasa santai, tidak terlalu kaku dan itu pun kalau dia menawarkan".
Aku cukup tersinggung dengan apa yang dia katakan, mungkin setelah ini aku akan mulai membiasakan diri dengan sinisme yang sering Barie ujarkan. Dan tak lama kemudian seseorang datang. Barie dengan wajah muslihatnya mempersilahkan orang itu untuk masuk dan duduk di sofa, dan Barie duduk kembali di kursi goyangnya sambil memeluk gitar. Klien Barie menggunakan pakaian yang serba Casual, umurnya masih muda sekitar 28 tahun, rambutnya disisir klimis dengan wajah yang bersih, sikap duduknya seperti orang yang terhormat.
" Apakah dia harus ada?", tanya si klien.
"Tenang saja bapak Ardianto dia yang membantuku dalam kasus ini, dua otak lebih baik dari satu", Jelas Barie kepada klien yang bernama Ardianton.
"Kau tau aku merasa canggung membicarakan ini, dan menyerahkan ini kepada anda-anda yang masih muda, tetapi mengingat kredibilitas anda sepertinya cukup baik, dan aku tidak akan tenang sebelum kasus yang menyangkut Lili yang malang ini menggantung tanpa kepastian".
"Anda mungkin harus menceritakan ulang semua termasuk beberapa fakta baru yang yang belum ku ketahui, supaya aku dan temanku bisa mengerti".
"Hmm baiklah, pertama-tama cerita ini dimulai beberapa tahun yang lalu aku dan Lili bertemu saat berada di rumah lelang benda berharga, sejak dahulu aku memang tertarik dengan berbagai batu mulia namun setelah aku bertemu denganya aku menyadari bahwa sebuah batu mulia yang tak ternilai harganya sedang berada bersamaku, namun tidak ada yang melindunginya", klien itu menceritakan dengan nada sendu namun dia cukup terganggu dengan sikap temanku yang semakin kuat menggoyangkan kursi malasnya dan matanya semakin menyipit, tetapi klien itu masih berusaha untuk melanjutkan ceritanya.
"Pengetahuanya terhadap batu mulia cukup besar, dan dia mengantarkanku kepada salah seorang temanya yang juga memuja batu-batu mulia ini". Barie menyodorkan asbak kaca yang disiapkanya kepada klien kami.
"Hmm.. kupikir anda mau menghisap beberapa batang rokok". Orang itu mengeluarkan sebungkus rokok dan menyalakan rokok kemudian menghisap dengan dalam, matanya sendu dan dengan perasaan dia menghembuskan asap rokoknya ke arah luar.
"Mohon maaf tapi dari mana anda mengetahui?".
" Cukup lanjutkan cerita anda".
"Ehem.. baiklah, teman baruku yang kukenal melalui Lili adalah seorang yang baik, bisnisnya masih seputaran batu mulia, dan sepertinya cukup mulus".
"Jadi anda ini mempunyai bisnis apa? Pernyataan anda menyiratkan bahwa anda mempunyai bisnis bukan dibidang batu mulia". Klien kami tersenyum.
"Kau benar!!, aku mempunyai bisnis seputaran marketing jadi disini aku juga membantu temanku dalam mencari pembeli, dan mendapat beberapa persen dari penjualan permata".
"Anda sangat bersemangat bercerita mengenai teman anda, sedangkan disini yang kita bicarakan adalah pacar anda".
"Maafkan aku sebenarnya aku dan Lili sudah bertunangan tetapi, beberapa saat setelah pertunangan kami, aku mendapat sebuah surat yang menceritakan bahwa Lili mempunyai hubungan yang buruk dengan laki-laki sebelumnya tetapi aku tidak pernah mempercayainya dan kalaupun benar adanya aku sudah tidak peduli mengenai masa lalunya yang terpenting adalah masa sekarang, dan masa depan".
" Maaf, bagaimana hubunganya terhadap keluarga dan teman setelah kejadian itu?".
"Dia tidak begitu punya banyak teman, berbeda denganku yang punya relasi dan teman bisnis dimana-mana, tetapi temanku adalah temanya juga dan tidak ada masalah, mengenai keluarga, keluarganya jauh ada diseberang disini dia tinggal bersama bibinya".
"Hmm apakah ada yang berbeda dari pacar anda setelah kejadian itu?".
"Aku lihat dia seperti orang yang was-was dan selalu khawatir aku akan meninggalkanya, dia beberapa kali menanyakan kapan aku akan melamarnya". Barie tampak mangut-mangut mendengar penjalasan dari klien itu.
"Karena selalu didesak aku berniat untuk mempersunting dirinya di bulan ini, dan karena memiliki kecintaan yang sama terhada batu permata, aku memilih batu ruby yang merupakan birthstone bulan juli sebagai hadiah pernikahan untuknya, dan aku memilih sebuah kalung kulit ruby mata kucing terbaik dari temanku Dian yang kusinggung tadi". Wajah klien itu terlihat merunduk dengan murung.
"Aku berniat untuk melamarnya di atas jembatan kapuas, jadi saat itu saat kejadian yang memilukan itu, setelah menikmati makan malam dan sekitar pukul sepuluh malam aku berniat mengantarnya pulang tetapi saat akan melintasi jembatan aku berhenti kemudian mengajaknya untuk berdiri merasakan sejuknya angin malam, aku menyuruhnya menutup mata kemudian mengalungkan kalung kulit itu, tetapi setelah dia membuka matanya dia berteriak histeris kemudian meracau dengan kata-kata aneh "batu terkutuk... batu terkutuk", aku kebingungan melihat tingkahnya dan terjadilah pertengkaran yang aku tidak mengetahui penyebabnya karena bingung bercampur marah dia menyuruhku untuk meninggalkan dirinya sendirian untuk menenangkan diri, aku terima saja sarannya kemudian pergi berkeliling mengobati perasaanku namun aku merasa khawatir mengenai kedaanya dan berniat untuk kembali, saat aku kembali aku melihat dirinya dalam keadaan mengenaskan.. dan.. dan", klien itu berusaha untuk mengontrol dirinya namun ia terlanjur kehilangan kekuatan dan tersandar di sofa.
"Hmm apakah menurut anda tunangan anda membawa tali?".
"Pertanyaan macam apakah itu, apakah kau berpikir kalau dia sudah berniat bunuh diri disaat hari yang seharusnya menjadi salah satu hari membahagiakanya?".
"Maafkan, aku hanya memastikan hmm.", Barie tampak mengernyitkan keningnya kemudian melanjutkan bicaranya, "kenapa kalung tersebut hilang?, dimanakah kiranya dan seberapa berharganya benda itu?". Barie mengucapkan dengan jelas tetapi tidak menghadap ke arah klien, seakan berbicara dengan diri sendiri.
"Kenapa kau tertarik dengan benda itu, harganya tidak lebih dari sepuluh juta tepatnya Rp. 9.899.000,00 sebenarnya aku berniat membeli ruby untreated tetapi stoknya sangat langka kata temanku kemudian menawarkan ruby treatment heated yang cukup unik ini dan langsung kubeli".
"Hmm apa kau punya fotonya?", Kemudian klien besar kami menunjukan layar ponselnya dan disana tampak batu ruby dengan bias merah transparan nan indah dengan garis membelah vertikal ditengahnya".
"Dimana kiranya benda itu berada ya?", Sekali lagi Barie berbicara pada pikiranya dan tampak melamun jauh masuk kedalam angan.
Aku yang dari tadi hanya terdiam, sekarang ingin memecahkan keheningan.
"Mungkin saja benda itu berada di dalamnya sungai kapuas, atau... yang lebih memungkinkan, dia dirampok kemudian dibunuh".
"Buang jauh-jauh prasangka tidak masuk akalmu itu, apa kau tidak mengingat mengenai orang-orang yang berada di galangan "motor tambang", dan juga si pemancing... atau". Sekali lagi temanku berada di alam kesunyianya sampai klien besar itu meminta diri untuk pulang.
"Aku sudah mengatakan semua yang ku tau, sekarang aku meminta diri untuk pulang, terima kasih atas perhatianmu mohon untuk menyelesaikan kasus ini karena aku akan memberikan imbalan yang cukup besar".
Klien itu meninggalkan ruang tamu dan meninggalkan kami berdua dalam keheningan yang cukup lama sampai aku memcahkan keheningan.
"Pftt.. 28 kemungkinan ternyata hanya omong besar".
"Kau tau aku tidak menyarankan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada polisi karena telah menemukan satu kemungkinan yang tepat, sekarang tinggal memastikan fakta-fakta nya mungkin aku harus menambah pengetahuanku terhadap batu mulia lebih banyak daripada saat dulu saat demam batu akik, kau bisa mengunjungiku besok, dan kita berdua akan menjadi pembeli batu akik di Dian Dreamstone".
Entah mengapa aku tidak bisa menolaknya mungkin ini adalah langkah akhir yang membuat cerita detektif menarik untuk dibaca. Membayangkan bagaimana seorang Barie melakukan finishing terhadap kasusnya.
Bagaimana kasus ini berakhir
Sore itu kulihat Barie sudah bersiap dengan koper hitam rambutnya disisir rapi lengkap dengan blazzer coklat dan kemeja putih sebagai dalaman, monk strap shoes membuatnya makin tinggi, serta chino pants makin melengkapi penampilan ala british ditambah sedikit riasan di wajahnya membuatku tidak yakin apakah itu benar-benar dia.
"Kita tidak akan naik motormu sekarang", entah pendengaran ku salah atau suaranya memang berubah.
Sebuah mobil Chevy tahun 1965 terparkir diujung jalan setapak menuju rumah Barie, dia memberi isyarat agar aku mengikutinya, kemudian masuk kedalam mobil itu.
"Perkenalkan Jhoni dia adalah sepupuku Arcie, satu koper penuh uang ini aku pinjam darinya, dan Arcie dia adalah temanku yang membantuku dalam kasus ini". Barie memperkenalkan aku kepada supir yang ternyata adalah sepupunya sendiri
Aku hanya terdiam, sambil mencoba memahami apa yang terjadi. Selama dalam perjalanan sepupu Barie hanya membicarakan semua bisnisnya sebagai broker dan trader dan Barie hanya mangut-mangut saja. Sejujurnya alunan musik koplo akan lebih menghiburku daripada pembicaraan-pembicaraan membosankan ini. Beberpa kali mereka mengganti topik pembicaraan mengenai hobi Barie dan sepupunya yang sama-sama gemar merawat tanaman, serta kesukaan terhadap seni, tapi hal itu juga tidak mampu membuatku berkata-kata selain hanya menebak-nebak bagaimana ini semua akan berakhir.
Mobil kami terparkir di sebuah ruko di pecinaan yang terletak di kawasan pasar merdeka. Terpampang jelas plat nama Dian Dreamstone didepan ruko itu. Dibalik etalase-etalase yang berisikan batu mulia tampak seorang pedagang dengan wajah sepucat perut ikan, hampir tidak ada ekspresi yang ditunjukan oleh pria itu. Tubuhnya yang tinggi dan sedikit membungkuk mencoba menjangkau kami dan mepersilahkan kami duduk di bangku yang sudah disediakan.
"Kalau tebakanku beruntung anda ini pastilah tuan Sebastian Harry", Sapaan pedagang itu membuatku tergelitik.
"Aku yakin anda kesini tidak untuk membeli barang murahan". Suara pedagang itu terdengar datar.
Pria itu memanggil anak muda di toko seberang untuk menjaga tokonya sementara ia membawa kami berdua masuk kedalam.
"Silahkan duduk tuan-tuan", Entah mengapa orang seperti ini memilih untuk menjadi pedagang melihat wajahnya yang lesu saja orang bakalan engan membeli di toko nya.
Kami berada di ruangan agak gelap, pria itu mempersilahkan kami duduk, sementara dia mencari sesuatu di sebuah kotak tembaga kemudian mengeluarkan sebuah batu ruby yang sangat indah. Seisi ruangan remang itu sekarang dibiasi oleh temeram warna merah berasal dari batu permata itu. Arie mengeluarkan sebuah bungkusan panjang, kemudian mengeluarkan isi nya.
"Aku menginginkan sebuah permata untuk menghiasi kruk kayu yang akan kuberikan kepada sahabatku ini". Wajah pedagang itu tampak kecewa.
"Tidak masalah aku bisa memotong batu ini menyesuaikan pola dari kruk anda tersebut".
"Tidak usah, aku sudah melihat beberapa foto dari batu mulia yang anda pasang di website anda, aku tertarik dengan batu ruby mata kucing yang sepertinya sudah pas dengan kruk kayu ini". Jawab Barie sambil menimang-nimang kruk kayu yang di pegangnya.
"Kupikir anda adalah pakar dalam dunia batu permata, orang yang sudah pakar sekilas dapat melihat jika itu hanya safir merah muda sintetis, warna merah darahnya karena efek bias dari bros kuning jenuh yang membingkai permata itu, anda harus menambah pengetahuan ada dan berhati-hati!".
"Berhati-hati terhadap apa?".
"Ada seorang penipu ulung yang sudah membuat salah seorang teman saya rugi besar dengan menjual barang-barang imitasi".
"Terimakasih atau himbauan anda tetapi akan lebih berguna lagi jika anda memberitahu siapa gerangan dia".
"Sekarang anda tidak perlu khawatir karena perempuan itu sudah tiada, tapi anda tetap harus siaga barangkali akan muncul orang-orang seperti dia lagi".
"Perempuan itu?".
"Perempuan itu memanfaatkan ketidak tahuan terhadap batu permata, dan memanfaatkan kecantikanya untuk memikat orang-orang malang yang baru terjun di bidang bisnis yang menggiurkan ini. Perlahan dia menguras harta pria malang itu seperti parasit, dan menurunkan kredibelitas pria tersebut karena terbukti menjual barang-barang sintetis dengan harga miring dan akhirnya pria tersebut hancur kehilangan apa yang dimilikinya dan juga perempuan itu meninggalkan pria malang tersebut".
"Lady Caty Eyes?".
"Kupikir anda sudah mengenalnya, Begitulah kami yang sudah mengetahui kebrutalanya memanggilnya, beberapa korbanya adalah temanku dan yang lebih buruk adikku sendiri, sekarang dia menjadi gila". Barulah nampak ekspresi sedih dari pria tersebut.
"Lalu bagaimana anda menyebutkan kalau dia sudah tiada?".
"Sebab aku yang membunuhnya".
"Bukankah pengakuan ini akan memberatkan anda?, kenapa anda menceritakan hal ini kepadaku?".
"Aku sudah tidak takut lagi jikalau harus brurusan dengan polisi, semuanya sudah kupikirkan matang-matang akan tetapi yang menjadi masalahnya adalah salah seorang temanku yang akan menikah dengan wanita itu, aku yakin dia akan sangat terpukul".
"Aku sangat tertarik mendengar cerita anda lebih mendetail lagi", Barie menegakan punggunggnya tanda dia sudah mulai serius.
"Beberapa tahun ini aku merencenakan pembalasan dan mencoba mendekatinya tanpa menimbulkan kecurigaan, sampai pria yang sekarang menjadi sahabatku mendekatinya juga". Pedagang itu kemudian duduk bergabung bersama kami sembari meletakan batu mulianya diatas meja kaca.
"Dia pria yang baik bahkan mau membantuku untuk mengembangkan bisnis ku ini sehingga aku juga merasa tidak enak dengan dirinya dan aku harus mencari jalan lain untuk menghancurkan perempuan tersebut. Namun berita sedih itu datang juga kepadaku, berita tentang pertunangan mereka berdua dikabarkan kepadaku. Tidak bisa membayangkan sahabatku hancur, aku memutuskan untuk menulis surat mengenai perempuan itu kepada sahabatku, namun dia berkeras hati untuk menikahinya. Aku lihat nenek sihir jahat itu mulai melaksanakan rencana jahatnya dengan mempengaruhi pola pikir sahabatku mengenai usaha yang sekarang dijalaninya, dan aku mulai menakuti dengan mengirim foto ruby mata kucing yang dia gunakanan untuk menghancurkan hidup adikku sehingga membuat dia was-was. Aku merasa usahaku gagal setelah sahabatku membicarakan dia akan melamar perempuan jahat itu. Merasa usahaku berada diujung tanduk akhirnya aku berpikiran untuk menciptakan senjata pembunuh yang mematikan". Pedagang itu bangkit dari tempat duduknya pergi kedalam kamarnya kemudian kembali lagi dengan membawa sesuatu.
"Anda lihat kalung kulit ini, semakin kau mencoba untuk membuka kalung ini maka semakin kalung ini akan mencekikmu, kecuali kalau anda memotongnya tetapi memotongnya bukanlah hal yang mudah jika anda sudah terlanjut tercekik".
"Hmm sebuah alat yang menarik, menurutku anda harus berterus terang mengenai hal ini kepada sahabatmu, setelahnya semua tergantung keputusan sahabatmu, ohh ya segera potong ruby itu kirimkan ke alamat ini beserta harganya sebenarnya aku ingin membeli tunai tetapi setelah melihat keadaanya,.. ya terpaksa aku harus menunggu". Barie memberikan secarik kertas berisikan alamat.
"Baiklah senang anda sudah berbelanja di tokoh ini".
Barie bangkit dari tempat duduknya disusul oleh diriku dan berjalan ke luar sebelum sempat terhenti sejenak.
"Ohh yaa apakah kau mendapat ikan banyak malam itu", Tanya Barie.
"Tidak, bahkan aku terpaksa harus menarik umpan yang besar". Jawab pedagang itu sambil mengibas-ngibas kalung ruby mata kucing.
Setelah sampai di mobil kemudian menutup pintu Barie tersenyum kepada sepupunya.
"Kau harus membayar tagihan toko ini berupa batu ruby yang indah, dan ini kruk yang sudah aku siapkan tempat untuk meletakan batu permata indah tersebut, jika kau tidak menginginkanya kau bisa menjualnya". Mendengar hal itu, Arcie hanya tertawa saja.
Aku merasa sedikit jengkel terhadap apa yang dilakukan temanku ini, semuanya tidak seperti yang kubayangkan. Tidak ada aksi introgasi yang menegangkan, tidak ada aksi perlawanan.
"Aku tidak menyangka semua berakhir dengan semulus ini, aku sudah mengetahui latar belakang wanita penjahat ini hanya saja aku penasaran bagaimana dia bisa terbunuh, barang yang digunakan untuk menghlangkan nyawanya dibuat dengan kesan dia telah bunuh diri, dan pelakunya pasti berada tidak jauh dari tempat kejadian menunggu mangsa terkena jeratnya kemudian mengambil kembali jerat yang dia pasang".
Setelah melalui semua ini aku masih merasa bingung dalam beberapa hal, sobat anehku ini tidak mau mengeluarkan semua yang ada dipikiranya seperti sengaja membuatku penasaran.
" Lalu kenapa kau tidak menelpon polisi".
"Penyelidikan memang masuk kedalam ranah hobiku tetapi tidak dengan menghukum, cepat atau lambat dia akan mengungkapkan semua kepada sahabatnya, yang bisa kulakukan hanyalah sedikit mendesaknya jika dia tidak mau melakukan hal itu, ohh ya setelah melalui penyelidikan yang melelahkan ini nanti akan aku teraktir kalian berdua di Arlin sambil menikmati band lokal selepas isya".
Inilah akhir dari kasus penjual batu berwajah lesu, semoga ini bukanlah akhir dari pertualangan aku bersama Barie. Malam ini kami lalui dengan bersantai, walaupun Barie terlihat seperti orang yang tidak punya tujuan hidup. Tapi seleranya tentang memilih restaurant cukup bagus, aku tidak mengkhawatirkan bayaranya karena semuanya Barie yang tanggung.
EPILOG
Barie selalu sibuk dengan kasus-kasusnya, beberapa kali kulihat dia mondar-mandir bersama berapa orang yang berbeda. Waktu itu kulihat Barie sedang sendirian di lobi sekolah jadi aku mengambil kesempatan untuk mengobrol denganya.
"Heyy bagaimana akhir dari pedagang batu yang lesu itu?",
"Dia lolos dari jeruji besi karena tamu besar kita sudah memaafkan sobat pedagang kita, walaupun begitu sepertinya tamu besar kita masih sangat terpukul dan memutuskan untuk mengambil piknik yang cukup lama".
"Dan akhirnya kau tidak mendapat imbalan apa-apa".
"Tentu saja aku mendapat bagian ruby dari sepupuku ternyata si pedagang tidak menarik biaya apapun untuk batu ruby ini", jawab Barie sambil menimang potongan kecil ruby yang dikeluarkan dari koceknya "Dan jika kau mau aku bisa memotongnya untukmu".
"Kau tahu secara teknis aku tidak melakukan apa-apa, aku hanya mengikutimu saja".
"Aku ini cukup kurang percaya diri dalam menyelesaikan kasus sendiri, jadi aku selalu meminta bantuan orang lain untuk menemaniku, tentu saja beda orang beda jenis kasus yang kutangani".
"Kalau bersamaku memangnya kasus seperti apa?".
"Aku melihat potensi rahasiamu yang tidak kau sadari, sebenarnya dirimu mempunyai potensi untuk menjadi penulis kriminal, dan kasus-kasus yang bisa menarik minat masyarakat cocok untukmu, kau tahu untuk ukuran kota kecil kota ini mempunyai potensi yang sama dalam tindak kejahatan seperti kota lainya, tapi banyak dari kasus-kasus ini tidak terjamah media, mungkin penulis blog bisa menjadi langkah awalmu".
"Dan satu hal terakhir, saat pertama kita bertemu, bagaimana kau tau kita akan bertemu lagi di keesokan harinya".
"Gosip tentang anak baru selalu menarik perhatianku, jadi tidak sengaja aku menguping pembicaraan pamanmu, dan Pak Kusnadi pada Sabtu lalu", jawab Barie sambil tersenyum.
Aku merasa sedikit jengkel mendengar jawabanya, mengenai penulis kriminal, ntah mengapa aku merasa senang di puji oleh sobatku ini. Dan sekarang aku mencoba peruntungan dengan menulis di blog ini
Sampai jumpa di cerita selanjutnya pembaca setia



0 komentar:
Posting Komentar